I.Pendahuluan
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996
oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar
mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia.
Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk
oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk
penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas
tugasnya pada pemerintah juga.
Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus
Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990
masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan
pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut
pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan
bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran uang saja.
Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun badan yang berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA (American Accountant Association) yang berada di Amerika.
Keberadaan IAI di Indonesia masih belum mampu menjamin independensi Akuntan
Publik terhadap opini yang diberikan kepada kliennya. Hal ini bisa terjadi karena IAI telah
membentuk Dewan SAK, dimana masih ada anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan
publik. Dengan kata lain, adanya kepentingan pribadi anggota IAI yang berkaitan dengan
bisnisnya sebagai akuntan publik akan berpengaruh terhadap independensi dalam penetapan
Standar Audit yang dikembangkan di Indonesia. Begitu pula untuk sektor publik yang
menyangkut dana masyarakat yang cukup besar seharusnya mendapatkan pengawasan memadai
yang mampu menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana tersebut.
Penetapan Standar Audit di sektor publik ini harus dibentuk oleh suatu badan yang
terlepas dengan kepentingan pribadi ataupun golongan. Negara Amerika dan Inggris pada tiaptiap
sektor publik atau departemen-departemen pemerintahan dalam menjalankan roda
administrasi keuangan telah diawasi oleh badan yang berupa Comptroller and Auditor General
(C&AG). Untuk menjaga independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dari pihak
publik atau masyarakat, maka badan tersebut bernaung di bawah lembaga legislatif negara.
Laporan hasil kerja C&AG nantinya diberikan oleh pihak legislatif untuk melihat sejauh mana
pelaksanaan penggunaan uang negara oleh pihak pemerintah (eksekutif). Tanggung jawab
sepenuhnya C&AG atas pelaksanaan tugas adalah kepada publik melalui para wakil yang berada
di lembaga legislatif. Oleh karena itu, lembaga legislatif harus memerintahkan suatu badan
independen untuk menyusun suatu peraturan audit (Audit Act) yang menerbitkan suatu standar audit sektor publik.
Berlakunya Standar Audit-Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) tahun
1996 oleh BPKP atas perintah Presiden RI melalui Kepres No. 31, Tahun 1983 dan Inpres No.
15, Tahun 1983. Kalau kita melihat dari sini, tampak rancu karena eksekutif merupakan pihak
yang diperiksa, tetapi di sisi lain dia menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri.
II. TINJAUAN TEORI
Untuk melihat lebih jauh bagaimana pengembangan audit sektor publik setidaknya kita
bisa melihat sedikit gambaran mengenai SA-APFP. Secara garis besar SA-APFP 1996 telah
mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah diterbitkan oleh IAI.
Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menjadi sorotan penulis untuk
pengembangan dan perbaikan audit sektor publik, maka isi dari Standar Audit Sektor Publik
(Pemerintahan) harus meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia pada auditor pemerintah.
Auditor di sektor pemerintah status kepegawaiannya adalah pegawai negeri. Dalam
perekrutannya sepenuhnya dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Sebagaimana kita
lihat pada masa jayanya orde baru berkuasa, perekrutan pegawai negeri khususnya auditor
BPKP banyak yang kurang memenuhi persyaratan dalam segala hal. Selain pengaruhnya
yang begitu kuat, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor pemerintah (BPKP)
sangat dipengaruhi oleh dominannya kekuasan pemerintah. Kecenderungan ini membuat
profesionalitas seorang auditor pemerintah sangat diragukan.
2. Landasan hukum
Langkah awal untuk melaksanakan audit atau pemeriksaan di sektor pemerintah (publik)
harus mengacu pada suatu pijakan hukum yang benar. Selama ini yang kita lihat auditor yang
menjalankan tugas bertolak pada Kepres dan Inpres. Di sini tampak jelas bahwa auditor
sektor publik diciptakan oleh pihak eksekutif dan bekerja untuk mengawasi pihak eksekutif
pula. Dengan demikian, tanggung jawab yang dipikul auditor sektor publik bukan kepada
publik atau masyarakat melainkan kepada pihak pemerintah. Untuk menindaklanjuti
landasan hukum yang mengatur auditor dengan segala tanggung jawabnya harus didasarkan
pada suatu lembaga yang merupakan wakil dari rakyat untuk mengatur segala kepentingan
masyarakat.
3. Keahlian
Untuk menunjang proses pemeriksaan yang memadahi setidak-tidaknya harus dilakukan
oleh seorang atau kelompok yang mempunyai suatu keahlian khusus di bidangnya. Di sektor
privat proses audit perusahaan dilakukan oleh akuntan intern (internal auditor) atau akuntan
publik (eksternal auditor) yang telah dianggap mampu. Maksudnya adalah auditor yang
telah bersertifikat dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik atau akuntan intern.
Kalau kita mengacu pada negara Amerika dan negara barat lainnya, seseorang yang
menjadi auditor di sektor privat harus mempunyai CPA atau kalau di sektor akuntansi
manajemen dengan CMA-nya atau juga Certified of Internal Audior (CIA) untuk auditor
internal, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, auditor di sektor
publik kiranya perlu juga mempunyai sertifikat khusus yang menjamin keahlian profesinya di
sektor publik.
4. Lingkup audit
Audit sektor publik (pemerintahan) harus mencakup audit keuangan dan audit
operasional. Sektor penggunaan keuangan untuk menjalankan pemerintahan perlu
mendapatkan perhatian yang cukup mendalam karena dana yang digunakan sektor ini cukup
besar dan mencakup hajat hidup orang banyak. Dasar penyelenggaraan administrasi
keuangan jangan hanya bertumpu pada penggunaan dana berimbang dengan berpedoman
pada APBN atau APBD. Lebih jauh dari itu, aset yang dimiliki negara kita ini cukup banyak
sehingga sistem administrasi keuangan harus diubah dalam bentuk yang baru dan
mempunyai akuntabilitas.
Tugas auditor selain mengaudit sektor keuangan perlu juga memperhatikan audit pada
sektor operasional. Perhatian auditor akan berkembang pada audit manjemen, audit kinerja,
audit terpadu, audit efisiensi dan efektivitas serta berkembang menjadi audit value for money
(value for money auditing) atau secara komprehensif. Penilaian-penilaian yang dilakukan
nantinya harus menuju ke arah penilaian atas ketaatan terhadap kebijakan manajemen,
penilaian atas kewajaran penyajian laporan keuangan, penilaian ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan, penilaian efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pemerintahan.
5. Independensi
Secara teori independensi meliputi dua aspek, yaitu independence in fact dan
independence in appearance. Penekanan independence in fact terletak pada independen yang
sesungguhnya yang meliputi bagaimana kinerja para praktisi individu dalam menjalankan
tugasnya. Hal ini meliputi sikap independensi para praktisi dalam merencanakan program
audit, kinerja auditor dalam memverifikasi pekerjaan dan menyiapkan laporannya.
Sebaliknya, penekanan pada independence in appearance adalah bagaimana auditor
bertindak sebagai suatu kelompok profesional yang cukup independen dalam menemukan
bukti-bukti audit. Sebagai sekelompok yang profesional, auditor harus menghindari praktikpraktik
yang menyebabkan independensi itu berkurang yang nanti akan berpengaruh pada
opini yang dibuat.
Masalah independensi auditor, terutama pada auditor sektor publik merupakan hal yang
menjadi sorotan pertama bagi auditor. Hal itu terjadi karena posisi dan keberadaan seorang
atau sekelompok auditor sektor publik harus mendapatkan jalan pemecahan yang baik.
Praktik di Indonesia, auditor dari BPKP sering kali terlihat tidak mempunyai kekuatan dalam
mengungkapkan hasil temuannya. Penyebab utama masalah ini adalah karena independensi
sebagai auditor tidak berada pada posisi yang netral.
6. Standar Pelaporan
Untuk menindaklanjuti hasil pekerjaannya auditor tentunya menyusun pekerjaannya
dalam suatu laporan audit. Laporan audit yang disusun oleh auditor sektor publik (auditor
BPKP) berpedoman pada SA-APFP. Padahal SA-APFP sendiri mengacu pada SPAP,
sedangkan SPAP berpegang pada Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (GAAP) dengan
berpegang pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya Standar Akuntansi
Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor Publik merupakan hal yang aneh apabila
kita menyusun laporan berdasarkan SA-APFT tersebut. Masih primitifnya akuntansi
pemerintahan di Indonesia setidaknya harus mendapatkan perhatian yang cukup mendalam
oleh para praktisi dan akademisi dalam memecahkan masalah ini. Laporan audit
pemerintahan menjadi layak dan andal apabila sebelumnya ada suatu Standar Akuntansi
Pemerintahan (Sektor Publik) yang mempu menjabarkan aset, kewajiban, dan ekuitas yang
dipunyai oleh negara beserta penjabaran income negara dengan selayaknya.
7. Distribusi Pelaporan
Agar ada tindak lanjut dari laporan audit sektor publik, seharusnya laporan audit tersebut
didistribusikan kepada publik untuk bisa mengevaluasi hasil kinerja pemerintah. Dalam hal
ini yang bertindak tentunya adalah wakil rakyat yang tertampung dalam DPRD sehingga
mengetahui seberapa jauh pihak eksekutif mengemban tanggung jawab yang dipikulnya.
III. PEMBAHASAN
Adanya dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan audit sektor publik, kita pertama
kali seharusnya mampu mengembangkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Apabila kita
berpikir jauh ke depan mengenai audit sektor publik, maka kita harus mempunyai suatu aturan
main dalam sistem dan standar akuntansi sektor publik yang lebih maju pula. Di Amerika standar
akuntansi pemerintahan telah tertuang dalam Governmental Accounting Standards Board
(GASB). GASB ini terbentuk oleh Committee on Accounting in the Public Sector yang
merupakan komite dari AAA. Komite ini selalu berpikir ke arah depan agar semua masalah yang
berkenaan dengan akuntansi pemerintahan di Amerika selalu tanggap dengan situasi zaman.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi pemerintahan di Indonesia
hanya mengacu pada APBN/APBD yang pengelolaan dananya menggunakan pembukuan
dengan istilah Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Selain pembukuan ini hanya
bertumpu pada cash basis, tetapi sistemnya sangat sederhana. Sistem tersebut sudah tidak
mampu menampung masalah-masalah dalam kondisi sekarang. Untuk itu perlu adanya perbaikan
akuntansi pemerintahan di Indonesia yang meliputi hal-hal berikut.
1. Sistem Akrual (Accrual System)
Kekayaan yang dimiliki oleh negara atau masyarakat cukup besar yang penggunaannya
meliputi pengeluaran dan pemasukannya tentunya harus memerinci mengenai aset,
kewajiban dan ekuitas. Dengan demikian, pendekatan sistem yang dikembangkan harus
mengarah pada sistem akrual seperti yang dikembangkan oleh Couply Paul A. dan kawan
kawan dalam tulisannnya di Accounting Horizon, September 1997 (lihat lampiran).
2. Perlu dibentuk komite khusus yang menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan
Pengembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sebaiknya mencontoh di Amerika
dengan membentuk suatu komite yang berada di bawah IAI. Hal ini akan menyebabkan
independensi penyusun standar tersebut akan mengarah pada independensi dan integritas
yang lebih baik daripada sebelumnya. Akibatnya aset negara yang demikian besarnya akan
terlindung dari perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan negara dalam jumlah yang
besar.
3. Standar Akuntansi harus disusun per sektor.
Banyak bagian atau departemen yang ada di pemerintahan menjadikan perhatian
pengembangan standar akuntansi pemerintahan. Mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) telah mengatur standar untuk tiap jenis usaha tertentu, misalnya perbankan,
pertambangan, koperasi, dan lainnya. Demikian pula untuk sektor pemerintahan banyak
departeman yang ada dalam pemerintahan juga harus mempunyai aturan main yang berbedabeda
dalam mengatur administrasi keuangannya. Dengan adanya standar yang memadai
maka aset negara yang begitu besar jumlahnya tentu akan terkontrol oleh publik dengan baik.
IV. SIMPULAN
Atas dasar uraian yang sebelumnya dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki audit
sektor publik di Indonesia, yang harus diperhatikan pertama kali adalah perbaikan pada sistem
dan standar akuntansi pemerintahan oleh badan yang independen yang mendapat mandat dari
lembaga eksekutif negara. Langkah berikutnya baru melakukan perbaikan pada sistem dan
standar audit, yang proses pembentukannya mengacu pada akuntansi pemerintahan juga. Dengan
demikian, akan diperoleh hasil yang memuaskan dan jaminan keamanan aset negara bisa
dilaksanakan dengan baik.
Saran penulis untuk perbaikan audit sektor publik dan akuntansinya, hendaknya
dilakukan secepatnya. Hal ini disebabkan karena kondisi sekarang dianggap mendesak dan aset
negara sudah banyak yang hilang tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Dengan adanya
audit sektor publik dan akuntansi sektor publik yang baru diharapkan mampu melakukan
pengelolaan dan perlindungan terhadap aset negara yang memadai. Berdasarkan hal ini akan
tercipta suatu tatanan baru dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996
oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar
mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia.
Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk
oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk
penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas
tugasnya pada pemerintah juga.
Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus
Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990
masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan
pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut
pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan
bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran uang saja.
Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun badan yang berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA (American Accountant Association) yang berada di Amerika.
Keberadaan IAI di Indonesia masih belum mampu menjamin independensi Akuntan
Publik terhadap opini yang diberikan kepada kliennya. Hal ini bisa terjadi karena IAI telah
membentuk Dewan SAK, dimana masih ada anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan
publik. Dengan kata lain, adanya kepentingan pribadi anggota IAI yang berkaitan dengan
bisnisnya sebagai akuntan publik akan berpengaruh terhadap independensi dalam penetapan
Standar Audit yang dikembangkan di Indonesia. Begitu pula untuk sektor publik yang
menyangkut dana masyarakat yang cukup besar seharusnya mendapatkan pengawasan memadai
yang mampu menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana tersebut.
Penetapan Standar Audit di sektor publik ini harus dibentuk oleh suatu badan yang
terlepas dengan kepentingan pribadi ataupun golongan. Negara Amerika dan Inggris pada tiaptiap
sektor publik atau departemen-departemen pemerintahan dalam menjalankan roda
administrasi keuangan telah diawasi oleh badan yang berupa Comptroller and Auditor General
(C&AG). Untuk menjaga independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dari pihak
publik atau masyarakat, maka badan tersebut bernaung di bawah lembaga legislatif negara.
Laporan hasil kerja C&AG nantinya diberikan oleh pihak legislatif untuk melihat sejauh mana
pelaksanaan penggunaan uang negara oleh pihak pemerintah (eksekutif). Tanggung jawab
sepenuhnya C&AG atas pelaksanaan tugas adalah kepada publik melalui para wakil yang berada
di lembaga legislatif. Oleh karena itu, lembaga legislatif harus memerintahkan suatu badan
independen untuk menyusun suatu peraturan audit (Audit Act) yang menerbitkan suatu standar audit sektor publik.
Berlakunya Standar Audit-Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) tahun
1996 oleh BPKP atas perintah Presiden RI melalui Kepres No. 31, Tahun 1983 dan Inpres No.
15, Tahun 1983. Kalau kita melihat dari sini, tampak rancu karena eksekutif merupakan pihak
yang diperiksa, tetapi di sisi lain dia menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri.
II. TINJAUAN TEORI
Untuk melihat lebih jauh bagaimana pengembangan audit sektor publik setidaknya kita
bisa melihat sedikit gambaran mengenai SA-APFP. Secara garis besar SA-APFP 1996 telah
mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah diterbitkan oleh IAI.
Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menjadi sorotan penulis untuk
pengembangan dan perbaikan audit sektor publik, maka isi dari Standar Audit Sektor Publik
(Pemerintahan) harus meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia pada auditor pemerintah.
Auditor di sektor pemerintah status kepegawaiannya adalah pegawai negeri. Dalam
perekrutannya sepenuhnya dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Sebagaimana kita
lihat pada masa jayanya orde baru berkuasa, perekrutan pegawai negeri khususnya auditor
BPKP banyak yang kurang memenuhi persyaratan dalam segala hal. Selain pengaruhnya
yang begitu kuat, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor pemerintah (BPKP)
sangat dipengaruhi oleh dominannya kekuasan pemerintah. Kecenderungan ini membuat
profesionalitas seorang auditor pemerintah sangat diragukan.
2. Landasan hukum
Langkah awal untuk melaksanakan audit atau pemeriksaan di sektor pemerintah (publik)
harus mengacu pada suatu pijakan hukum yang benar. Selama ini yang kita lihat auditor yang
menjalankan tugas bertolak pada Kepres dan Inpres. Di sini tampak jelas bahwa auditor
sektor publik diciptakan oleh pihak eksekutif dan bekerja untuk mengawasi pihak eksekutif
pula. Dengan demikian, tanggung jawab yang dipikul auditor sektor publik bukan kepada
publik atau masyarakat melainkan kepada pihak pemerintah. Untuk menindaklanjuti
landasan hukum yang mengatur auditor dengan segala tanggung jawabnya harus didasarkan
pada suatu lembaga yang merupakan wakil dari rakyat untuk mengatur segala kepentingan
masyarakat.
3. Keahlian
Untuk menunjang proses pemeriksaan yang memadahi setidak-tidaknya harus dilakukan
oleh seorang atau kelompok yang mempunyai suatu keahlian khusus di bidangnya. Di sektor
privat proses audit perusahaan dilakukan oleh akuntan intern (internal auditor) atau akuntan
publik (eksternal auditor) yang telah dianggap mampu. Maksudnya adalah auditor yang
telah bersertifikat dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik atau akuntan intern.
Kalau kita mengacu pada negara Amerika dan negara barat lainnya, seseorang yang
menjadi auditor di sektor privat harus mempunyai CPA atau kalau di sektor akuntansi
manajemen dengan CMA-nya atau juga Certified of Internal Audior (CIA) untuk auditor
internal, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, auditor di sektor
publik kiranya perlu juga mempunyai sertifikat khusus yang menjamin keahlian profesinya di
sektor publik.
4. Lingkup audit
Audit sektor publik (pemerintahan) harus mencakup audit keuangan dan audit
operasional. Sektor penggunaan keuangan untuk menjalankan pemerintahan perlu
mendapatkan perhatian yang cukup mendalam karena dana yang digunakan sektor ini cukup
besar dan mencakup hajat hidup orang banyak. Dasar penyelenggaraan administrasi
keuangan jangan hanya bertumpu pada penggunaan dana berimbang dengan berpedoman
pada APBN atau APBD. Lebih jauh dari itu, aset yang dimiliki negara kita ini cukup banyak
sehingga sistem administrasi keuangan harus diubah dalam bentuk yang baru dan
mempunyai akuntabilitas.
Tugas auditor selain mengaudit sektor keuangan perlu juga memperhatikan audit pada
sektor operasional. Perhatian auditor akan berkembang pada audit manjemen, audit kinerja,
audit terpadu, audit efisiensi dan efektivitas serta berkembang menjadi audit value for money
(value for money auditing) atau secara komprehensif. Penilaian-penilaian yang dilakukan
nantinya harus menuju ke arah penilaian atas ketaatan terhadap kebijakan manajemen,
penilaian atas kewajaran penyajian laporan keuangan, penilaian ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan, penilaian efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pemerintahan.
5. Independensi
Secara teori independensi meliputi dua aspek, yaitu independence in fact dan
independence in appearance. Penekanan independence in fact terletak pada independen yang
sesungguhnya yang meliputi bagaimana kinerja para praktisi individu dalam menjalankan
tugasnya. Hal ini meliputi sikap independensi para praktisi dalam merencanakan program
audit, kinerja auditor dalam memverifikasi pekerjaan dan menyiapkan laporannya.
Sebaliknya, penekanan pada independence in appearance adalah bagaimana auditor
bertindak sebagai suatu kelompok profesional yang cukup independen dalam menemukan
bukti-bukti audit. Sebagai sekelompok yang profesional, auditor harus menghindari praktikpraktik
yang menyebabkan independensi itu berkurang yang nanti akan berpengaruh pada
opini yang dibuat.
Masalah independensi auditor, terutama pada auditor sektor publik merupakan hal yang
menjadi sorotan pertama bagi auditor. Hal itu terjadi karena posisi dan keberadaan seorang
atau sekelompok auditor sektor publik harus mendapatkan jalan pemecahan yang baik.
Praktik di Indonesia, auditor dari BPKP sering kali terlihat tidak mempunyai kekuatan dalam
mengungkapkan hasil temuannya. Penyebab utama masalah ini adalah karena independensi
sebagai auditor tidak berada pada posisi yang netral.
6. Standar Pelaporan
Untuk menindaklanjuti hasil pekerjaannya auditor tentunya menyusun pekerjaannya
dalam suatu laporan audit. Laporan audit yang disusun oleh auditor sektor publik (auditor
BPKP) berpedoman pada SA-APFP. Padahal SA-APFP sendiri mengacu pada SPAP,
sedangkan SPAP berpegang pada Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (GAAP) dengan
berpegang pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya Standar Akuntansi
Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor Publik merupakan hal yang aneh apabila
kita menyusun laporan berdasarkan SA-APFT tersebut. Masih primitifnya akuntansi
pemerintahan di Indonesia setidaknya harus mendapatkan perhatian yang cukup mendalam
oleh para praktisi dan akademisi dalam memecahkan masalah ini. Laporan audit
pemerintahan menjadi layak dan andal apabila sebelumnya ada suatu Standar Akuntansi
Pemerintahan (Sektor Publik) yang mempu menjabarkan aset, kewajiban, dan ekuitas yang
dipunyai oleh negara beserta penjabaran income negara dengan selayaknya.
7. Distribusi Pelaporan
Agar ada tindak lanjut dari laporan audit sektor publik, seharusnya laporan audit tersebut
didistribusikan kepada publik untuk bisa mengevaluasi hasil kinerja pemerintah. Dalam hal
ini yang bertindak tentunya adalah wakil rakyat yang tertampung dalam DPRD sehingga
mengetahui seberapa jauh pihak eksekutif mengemban tanggung jawab yang dipikulnya.
III. PEMBAHASAN
Adanya dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan audit sektor publik, kita pertama
kali seharusnya mampu mengembangkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Apabila kita
berpikir jauh ke depan mengenai audit sektor publik, maka kita harus mempunyai suatu aturan
main dalam sistem dan standar akuntansi sektor publik yang lebih maju pula. Di Amerika standar
akuntansi pemerintahan telah tertuang dalam Governmental Accounting Standards Board
(GASB). GASB ini terbentuk oleh Committee on Accounting in the Public Sector yang
merupakan komite dari AAA. Komite ini selalu berpikir ke arah depan agar semua masalah yang
berkenaan dengan akuntansi pemerintahan di Amerika selalu tanggap dengan situasi zaman.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi pemerintahan di Indonesia
hanya mengacu pada APBN/APBD yang pengelolaan dananya menggunakan pembukuan
dengan istilah Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Selain pembukuan ini hanya
bertumpu pada cash basis, tetapi sistemnya sangat sederhana. Sistem tersebut sudah tidak
mampu menampung masalah-masalah dalam kondisi sekarang. Untuk itu perlu adanya perbaikan
akuntansi pemerintahan di Indonesia yang meliputi hal-hal berikut.
1. Sistem Akrual (Accrual System)
Kekayaan yang dimiliki oleh negara atau masyarakat cukup besar yang penggunaannya
meliputi pengeluaran dan pemasukannya tentunya harus memerinci mengenai aset,
kewajiban dan ekuitas. Dengan demikian, pendekatan sistem yang dikembangkan harus
mengarah pada sistem akrual seperti yang dikembangkan oleh Couply Paul A. dan kawan
kawan dalam tulisannnya di Accounting Horizon, September 1997 (lihat lampiran).
2. Perlu dibentuk komite khusus yang menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan
Pengembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sebaiknya mencontoh di Amerika
dengan membentuk suatu komite yang berada di bawah IAI. Hal ini akan menyebabkan
independensi penyusun standar tersebut akan mengarah pada independensi dan integritas
yang lebih baik daripada sebelumnya. Akibatnya aset negara yang demikian besarnya akan
terlindung dari perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan negara dalam jumlah yang
besar.
3. Standar Akuntansi harus disusun per sektor.
Banyak bagian atau departemen yang ada di pemerintahan menjadikan perhatian
pengembangan standar akuntansi pemerintahan. Mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) telah mengatur standar untuk tiap jenis usaha tertentu, misalnya perbankan,
pertambangan, koperasi, dan lainnya. Demikian pula untuk sektor pemerintahan banyak
departeman yang ada dalam pemerintahan juga harus mempunyai aturan main yang berbedabeda
dalam mengatur administrasi keuangannya. Dengan adanya standar yang memadai
maka aset negara yang begitu besar jumlahnya tentu akan terkontrol oleh publik dengan baik.
IV. SIMPULAN
Atas dasar uraian yang sebelumnya dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki audit
sektor publik di Indonesia, yang harus diperhatikan pertama kali adalah perbaikan pada sistem
dan standar akuntansi pemerintahan oleh badan yang independen yang mendapat mandat dari
lembaga eksekutif negara. Langkah berikutnya baru melakukan perbaikan pada sistem dan
standar audit, yang proses pembentukannya mengacu pada akuntansi pemerintahan juga. Dengan
demikian, akan diperoleh hasil yang memuaskan dan jaminan keamanan aset negara bisa
dilaksanakan dengan baik.
Saran penulis untuk perbaikan audit sektor publik dan akuntansinya, hendaknya
dilakukan secepatnya. Hal ini disebabkan karena kondisi sekarang dianggap mendesak dan aset
negara sudah banyak yang hilang tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Dengan adanya
audit sektor publik dan akuntansi sektor publik yang baru diharapkan mampu melakukan
pengelolaan dan perlindungan terhadap aset negara yang memadai. Berdasarkan hal ini akan
tercipta suatu tatanan baru dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
mbak...ada arsip/file tentang SK Kepala BPKP Nomor: Kep-378/K/1996 tentang SA-APFP itu tidak..??karena saya lagi nyari untuk menyusun skripsi...kl ada tlg hub saya di luthfi_jauhari@yahoo.com
BalasHapustrims